Akhir Bulan Juni ditutup dengan trip ke Pulau Sempu bareng 14 orang temen-temen kantor dari berbagai departemen. 6 orang cewe, 8 orang cowo.
Sekaligus sebagai akhir dari reli trip saya sebelum bulan Ramadhan (hihi), dan sebagai pembuktian kata orang-orang tentang keindahan wisata Pulau Sempu ini.
Jumat, 28 Juni 2013
Kali ini jadwal berangkat juga sehabis pulang kerja, seperti minggu lalu yang ke Jogja.
Tapi lebih santay, karena berangkat jam 10 malem dari Lumpang Bolong (salah satu kawasan kos).
Jadinya pulang kerja masih bisa santay-santay makan lalapan mujaer dulu, ke mini market beli tambahan perlengkapan trip dulu, dan packing ga buru-buru.
Tetep sih ya, jadwalnya jam 10 malem, tapi aktualnya berangkat jam 11 malem.
Pakai mobil ELF berkapasitas full 14 orang.
Sabtu, 29 Juni 2013
Perjalanan menuju Malang selatan, ke Pantai Sendang Biru, pemberhentian pertama sebelum nyebrang ke Pulau Sempu, sekitar 5 jam. Ditemani hujan sangat deras dan kabut tebal, akhirnya mendekati subuh kami sampai.
Setelah sholat subuh, kami menunggu munculnya matahari sambil siap-siap. Udah ga hujan, hanya gerimis-gerimis kecil.
Matahari mulai terbit, langit mulai terang, kami dikasih hadiah alam yang indah.. Pelangi dan suasana pantai yang tenang.
Beberapa temen mulai cari perahu nelayan untuk disewa menyebrang ke Pulau Sempu dan guide untuk nemenin perjalanan menembus hutan hujan tropis.
Sisanya ke tempat sewa sepatu anti slip, karena sangat ga direkomendasiin pakai sepatu biasa. Jalanannya super licin dan berlumpur. Apalagi malemnya abis diguyur hujan, bakalan tambah licin aja nanti.
Setelah dapet perahu dengan harga Rp 130.000 (PP), sewa guide Rp 200.000 (PP), dan sewa sepatu Rp 10.000, kami harus berenergi dulu sebelum menempuh perjalanan 2.5-3 jam berjalan kaki.
Kami sarapan di warung nasi sekitar pantai, dengan menu pecel, rames, atau soto.
Lalu, dimulailah pertualangan kami di The (so called) Amazing Sempu Island.
Hyosh! bawa carrier berat berisikan survival things untuk 2 hari 1 malam. Plus air minum dan air bersih berliter-liter, karena di Laguna nanti ga ada sumber air tawar sama sekali.
Kami naik perahu nelayan, menyebrang sekitar 15 menit hingga sampai di Pulau Sempu, lalu tepat jam 8 pagi kami mulai jalan masuk ke hutan hujan tropis.
Jreng.jreng.. baru mulai aja udah keliatan sangat jelas gimana berlumpurnya jalan. Totally muddy, tanpa ada jalan bagus sama sekali.
Mengertilah saya, kenapa kalau baca testimoni orang-orang yang udah pernah ke Sempu bilangnya “The Hell” moment.
Harus rasain sendiri gimana sensasi super seru menembus hutan yang naik turun, apalagi setelah hujan.
Saya sampai jatuh kepleset 4 kali, saking licinnya :”)
Perjalanan ekstrim melewati hutan memang tepat sekitaran 2.5-3 jam.
Setelah sering bertanya ke guide berapa lama perjalanan lagi (yang baru aja jalan 10 menit udah ga sabaran ingin nyampe), terdengarlah deru ombak dan suara-suara seru orang-orang yang lain (sepertinya) berenang.
Ga sabar ingin ingin segimana amazingnya sih Laguna Segara Anakan.
Yang dibilang “The Heaven”nya itu katanya bisa ngobatin puas setelah penderitaan perjalanan.
Okay, mungkin menurut orang-orang yang cinta pantai bisa bilang seperti itu.
Tapi buat saya yang lebih suka gunung ini, sampai di Laguna ternyata.. biasa aja.
Ga sampe bikin saya seterpesona Ranu Kumbolo-nya Semeru.
Setelah menurunkan carrier yang bikin punggung saya encok dan bahu saya bengkak, saya berjalan datar menuju air laut di Laguna untuk bersihin sepatu dan baju yang udah penuh lumpur semua.
Dan mencoba menikmati sekeliling Laguna yang udah penuh dengan beberapa grup yang datang duluan.
Ada yang seru waktu baru dateng di Laguna.
TIba-tiba dari kanan pantai ada yang teriak-teriak minta tolong.
“tolong! Tolong!” dan “Help! Help!”, “seriusan ini, tolong! help!”
Suara cowo dan cewe. Lalu beberapa orang ada yang berlari bak pemain baywatch untuk nolongin mereka.
Saya masih mengamati sambil beres-beres untuk ngediriin tenda. Bukan apatis sih, tapi daripada ikutan heboh ga jelas, mending ngerjain yang lebih jelas untuk kelangsungan hidup di Laguna yang jauh dari peradaban luar.
Pas udah keliatan aman, barulah saya denger-denger kisahnya.
Jadi, ada sekelompok cewe dan cowo yang lagi main-main air di pinggir sebelah kanan Laguna itu.
Kok lama kelamaan mereka jadi ke tengah laut, taunya mereka keseret ombak, ditambah kaki kram.
Jadi aja mereka teriak-teriak minta tolong karena udah ga sanggup ngelawan arus dan mereka terus keseret ke tempat yang dalam.
Alhamdulillah, guide kami itu yang bisa nolongin mereka. Disaat banyak yang nolongin tapi malah ikut-ikutan keseret. Ya tau kapasitas diri dong seharusnya, kalo ga bisa berenang jangan terlalu heboh di pantainya. Atau kalo bisa berenang tapi untuk diri sendiri aja, ga usah ikut-ikutan ingin nolongin orang tenggelam.
Setelah kejadian itu, sama temen-temen malah dibecandain.
Kan yang keseret arus itu bilang: “Help! Help! Tolong!”
Dijawab sama temen-temen: “ciyuus? miapah?”
Dan ngakak lah kami semua diatas ketraumaan orang-orang itu, ahaha.
Singkirkan iklannya, kami harus mendirikan tenda untuk tidur nanti malam.
Kami sewa 3 tenda; (literally) 1 tenda ukuran untuk 6 orang, 1 tenda ukuran untuk 4 orang, dan 1 tenda kecil ukuran untuk 2 orang.
Jadi 1 tenda gede untuk semua cewenya, lalu 2 tenda sisanya dibagi-bagi gimana maunya para cowo.
Setelah tenda berdiri, kami mengeluarkan persenjataan pelindung perut kami, makanan.
Dan ternyata… itu sih udah kayak mau buka warung aja.
Mie instan berbungkus-bungkus-bungkus dan snacks yang bejibun.
Lalu kami mulai masak mie untuk makan siang.
Sambil nunggu, ngeringin baju, dan kami bergiliran sholat dzuhur.. Ini yang saya suka, jalan bareng geng satu ini selalu inget waktu sholat. Karena kalau jalan-jalan dengan geng lain, kadang sholat ya inget masing-masing aja, atau bahkan pada ga sholat.
Bahkan karena kami sholat jamaahan, tetangga-tetangga tenda sekitar ada yang ikutan sholat juga.
Jadwal siang-sore itu bebas.
Ada yang mulai naik tebing untuk liat samudera (masih siang bolong, terik banget, saya skip aja untuk jadwal nanti sorenya), ada yang berenang di pantainya (saya skip juga, karena berenang di air asin yang ga ada fasilitas air tawar untuk mandinya itu ga saya bangetnya kebangetan. Ada fasilitas mandinya aja, kayak Papuma, saya ga ikutan nyemplung, ini apalagi..).
Jadi saya sendiri yang masuk ke tenda dan tidur, ahaha.. tapi emang kepala saya pusing banget sih. heat attack i guess.
Masuk sore, saya bangun dan mulai segeran. Temen-temen masih menghilang dengan aktivitas narsis dan renangnya.
Tapi ga lama udah pada dateng ke tenda dan ngumpul lagi.
Saya bersiap untuk naik ke tebing, bareng temen-temen yang belum naik ke tebing sebelumnya.
Melihat pemandangan luasnya samudera…
Wohooo,, that was the awesome part.
Ini yang saya paling suka dari Pulau Sempu. Pemandangan ini. Momen ini.
Samudera luas, cipratan air laut dari ombak yang menghantam karang, langit..
Ciptaan Allah yang Maha Luar Biasa..
(picture taken by me when Hq stood alone with those ocean as his background, stunning! *muji karya sendiri gini,hihi*)
Yang saya lakukan, hanya cari spot paling pewe untuk nikmatin view samudera, dan duduk diam.
Memejamkan mata, mendengar suara laut, menghirup udara segar. that’s it and I’m satisfied!
Pemandangan Laguna dari atas tebingnya juga keren.
Menjelang maghrib, baru saya turun, dan ikut bantu nyiapin makan malem.
Menu kali ini, selain tentu saja mie instan, masak nasi dan sarden.
Makan apapun selama bisa bareng temen-temen yang asik sih bakalan kerasa nikmat.
Abis sholat maghrib, kami berkumpul melingkar diatas terpal untuk menyantap makan malam kami di tengah Pulau Sempu.
Jadwal abis makan adalah main UNO.
Tapi sayangnya baru aja mau mulai, udah gerimis, dan ga lama hujan.
Ga sesuai harapan banget sih hujan di malam harinya.
Karena kami kan ngebayanginnya ngabisin malam sambil main UNO, bakar-bakaran, berpayungkan bintang-bintang yang bertaburan dilangit.
Tapi jadinya kami habiskan malam di dalam tenda, berpanas-panasan, dan tidur.
Hujan semakin deras, bahkan lebat. Suara guntur dan kilatan petir udah bersahut-sahutan.
Ditambah tenda bocor, bikin makin ga oke untuk tidur. Tapi kami ber-6 sih nikmatin aja.
Dengan berbagai gaya di dalam tenda yang sempit, kami nyoba posisi paling pol untuk istirahat.
Padahal baru jam 8 malem, tapi kami terkurung di dalam tenda.
Lalu tanda-tanda hujan lebat segera berakhir mulai terdengar.
JREEENNGG… kedengeran suara gitar dan nyanyi-nyanyi keras dari tenda depan. sounds so fun.
Mereka tetep tau caranya nikmatin pantai malam hari walau hujan.
Temen-temen cewe lain udah pada tidur, tapi karena panas dan gerah, saya memilih untuk keluar tenda.
Seger banget kena angin laut di malam hari. Masih gerimis jadi saya pake payung beneran.
Ada 2 orang temen cowo yang ga tidur juga, arga dan pingpung masih diluar tenda. jadi sambil denger teriakan-teriakan yang nyanyi, kami ngobrol-ngobrol.
Menjelang tengah malem, udah ga gerimis, kami masak air panas untuk seduh kopi.
Bintang mulai terlihat, suara-suara teriakan nyanyian mulai redup, hanya terdengar suara-suara samar orang-orang yang masih ngobrol dari tenda sekitaran, dan suara ombak.
Minggu, 30 Juni 2013
Saya nanya ke temen sekarang udah jam berapa. Dijawabnya kalau ternyata baru jam 1 dini hari.
Malam terasa panjaaang.. ingin segera subuh dan hunting sunrise dari atas tebing.
Jam setengah 2 pagi, saya mutusin untuk masuk tenda dan mulai tidur-tidur ayam hingga mungkin jam setengah 5.
Walau ga tau tepatnya jam berapa, tapi harusnya udah masuk waktu subuh.
malah langit udah mulai beranjak terang.
Kami semua bangun dan sholat subuh bergiliran.
Saya udah ga sabar untuk segera naik ke tebing dan liat sunrise.
Tapi ternyata, sunrisenya ketutupan sama bukit ;(
Hanya bisa menimati siluet horizonnya aja. Tapi tetap bisa bikin dunia saya serasa berhenti.
Hingga langit benar-benar sudah terang, saya baru turun dan bantu siapin sarapan, dengan melihat yang masak dan ngabisin stok cemilan, ehehe.
Sesuai perjanjian dengan mamang guide, kami akan dijemput jam setengah 9 pagi.
Jadinya setelah sarapan, dengan mie instan lagi, kami bongkar tenda dan bersiap untuk packing pulang.
Sambil nunggu dijemput guide, kami mulai beraksi lagi, foto-foto.
Sok-sok lupa kalo perjalanan pulang nanti bakalan lewat rute “The Hell” hutan hujan tropis seperti kemarin.
Nyeseknya, Kali ini ga ada suguhan pelepas lelah indahnya Laguna, tapi langsung pantai menuju sendang biru.
Pas lagi hari ini adik saya ulang tahun.
Jam 9 akhirnya guide kami datang dan kami langsung berangkat perjalanan pulang.
OK! Kali ini bener-bener “HELL” (astaghfirullah ;p).
Efek hujan lebat tadi malem bikin treknya makin “HELL” (astaghfirullaaah ;D).
Makin lama, makin berat sama lumpur di sepatu dan celana. Udah ga pilih-pilih jalan lagi, nyemplung aja di kubangan lumpur. Jatuh kepleset cuman sekali, tapi buat saya perjalanan pulang 3 jam paling “HELL” yang pernah saya alamin.
Kaki lecyet, tanah becyek, ga ada ojyek. Sendi betis mulai bermasalah yang bikin jalan saya makin pelan karena sakit dan tertinggal paling belakang. Ditambah bengkak di bahu akibat gendong carrier berat mulai kerasa. perfekto.
Bikin saya berazzam, perjalanan ke Sempu ini cukup sekali seumur hidup aja.
Ga lagi-lagi mau dateng karena penasarannya udah terselesaikan tuntas.
Saya lebih milih naik Semeru berkali-kali dan kemping kedinginan di Ranu Kumbolo.
Dengan langkah gontay karena betis sakit dan kaki lecet, akhirnya tertatih-tatih sampai di tempat start yang sekarang jadi tempat finish perbatasan Pulau Sempu. Ga saya banget pokoknya >.<
Perahu kami sudah menjemput dan sebagai orang yang ditunggu karena berada di paling akhir, saya langsung naik ke perahu.
Saya hanya duduk di tepi perahu, menikmati perjalanan menuju pantai sendang biru sambil melepas letih, yang sebelumnya melepas sepatu yang bikin lecyet.
Sampai di Sendang Biru jam 12an, saya langsung turun, nyeker menuju toilet untuk bersih-bersih.
Disusul temen-temen yang lain.
ELF sudah menjemput, dan kami skip makan siang karena akan disuguhin makan di rumah Hq, di Malang.
Setengah 2 siang kami berangkat meninggalkan Sendang Biru dan setengah 4 sampai di rumah Hq.
Istirahat makan dengan tahu telur bikinan ibunya Hq, sambil ngobrol-ngobrol dan nonton bola (PERSIB euy).
Jam setengah 6 kami pamitan untuk kembali ke Bangil.
Perjalanan cukup lama karena lalu lintas padat, akhirnya baru sampai Bangil setengah 11 malam.
Saya langsung beres-beres ngeluarin yang kotor dan bersih-bersih diri lagi dengan lebih baik dan benar.
Cukup sudah perjalanan ke Sempu ini. Cukup jadi pengalaman sekali seumur hidup.
Tapi tetep harus dicoba, biar tau serunya menembus hutan tropis, main di laguna di tengah Pulau Sempu, dan sensasi melihat samudera dari atas tebing 🙂
Genng Sempu kali ini:
(the Females) Mak Atun, Tatik cilik, Mba Inne, Mery, Mba Nana, Sayaa
(the Males) Haqi, Hanafi, Habibil, Husni, Arga, Yakin, Fendrian, Bayu
35.369769
139.275574